Kamis, 10 Maret 2016



Takut 

Aku ingin sederhana
Namun terlalu sering bermain dengan imaji
Masa yang panjang tak bisa meneguhkan
Maaf, dalamnya rasaku hanya berupa kehampaan
Bukan bermaksud melupakan cerita
Tapi aku hanya takut melahirkan derita
Hidupku hanya bagimu,  demi
Luka telah terbiasa bersarang menempel lekat
Dimana lagi terserah
Aku tak peduli
Tak pantas rasa rindu ini kupasrahkan
Memandang rembulan cukup bagiku
Menusuk diksi yang kutulis, bisa
Yang penting tak lagi aku harus terbeban dengan janji komitmen yang kuragui
Aku hanya takut tak bisa
Aku hanya khawatir tak mampu
menjagamu

-ISANI- (11 nov 15)





Ia

Kata demi kata
Ujung pena membelah garis
Sajak yang ingin aku buat untuk melukis
Berahir dengan putus asa
Gambaran itu terlalu indah untuk digambarkan
Maaf, imajiku berbatas
Diksi yang kusiapkan luruh satu persatu
Rima yang aku selaraskan pudar tak berbekas
Ia terlalu indah

-ISANI-


Membunuh Senja

Sementara diujung lipatan menikam lewat durinya yang menghunus
Mencari ulu untuk memastikan nyawanya
Mencekam gelap yang mencekik
Pijar-pijar bintang memberi sehela nafas
Meninggalkan pita merah yang kembali ke ufuk
Melingkarkan purnama yang tidak sempurna
Menggulung, memutar, menggilir waktu
Terus, pelan namun pasti, meneteskan masa, tergumul didalamnya, kisah siang yang sejenak terlupa.

-ISANI-

Kamis, 26 Juni 2014



Setitik Api Berkobar
Lihat setitik api berkobar
Mengembara mencari kegelapan
Memilih tempat tak satupun meraba
Diantara berbaris lembah dan segaris jurang
Kukabarkan tentang sebuah bukit yang tak tinggi
Yang disana tertancap sumbu-sumbu
Yang telah basah terbalut beribu rindu
Menunggu datangnya ksatria pembawa genderang
Melawan arogan dalam bimbang
Tentang malam yang tak lagi benderang
Kehilangan bintang yang gerawan
Kehilangan kata-kata dalam balutan parafemia
Maka tak satupun kalimat yang terayun meninggalkan bibir
Dia telah menanti dalam diamnya
Diam dalam seribu kekhawatiran
Meninggalkan rasanya tersirat dalam tawang
Membiarkan citanya perlahan persatu melayu
Tak melarang cintaya pergi menguap perpartikelnya
Demi satu hal yang ia perjuangkan dalam hitamnya
Untuk kesekian kali berharap
Engkau izinkan ia melihat rembulannya

En Zarif Aylarca, 26 Juni 2014



Rinduku Benci
Hujan belum berhenti berisik menetes
Sisa pecahannya menemukan alurnya
Terkadang aku benci pertemuan itu
Bersatunya rindu belum juga terjadi dalam ceritaku

Jingga tak mau terlihat lemah tenggelam di ujung hari
Bersembunyi mengintip dewinya dibalik mendung tipis
Terkadang aku benci pada sore
Terlihatnya sosok putri belum ada di benakku

Bulan terlihat ceria bergurau dengan bintang yang setia menemani malam penantiannya
Tawa kecil sesekali terdengar
Terkadang aku benci pada kebersamaan itu
Bayangan teman belum pernah terbentuk dalam lingkaranku

Malam menjelang pagi
Perjalanan embun terasa semilir dingin terbawa angin
Terkadang aku benci pada cakrawala
Membuka pintu masih terlalu menakutkan dalam imajiku

Dasar, aku memang pembenci
Benciku pada para banci yang munafiq
Masih tak semembaranya benciku pada rindu

Sekali lagi aku berharap
Engkau izinkan aku menemui rembulanku
En Zarif Aylarca, 30 Maret 2014